Sunday, March 29, 2015

CHAPTER 7: "Pendamping"

Hanya kebetulan Salvisca dan Aku bergabung dalam skadron 09. Tapi yang pasti, saat masih menjadi instruktur di Air Navigation School di Jakarta, Akulah pilot leader dalam pernerbangan Salvisca yang pertama di tahun ketiga. Salvisca masih salah satu calon pilot tempur perempuan AURI yang pertama pada saat itu, sebelum terpilih menjadi calon pilot skadron tempur khusus.

Walau kami tidak khusus bergabung dalam satu kesatuan tempur pada saat itu, tapi Aku dan Salvisca sering terbang bersama dengan posisinya sebagai wingman-ku (pendamping) dan Aku sebagai leader-nya saat diadakan latihan tempur bersama antar beberapa skadron yang tersebar di seluruh nusantara. Ada kalanya Kami juga tebang bersama dengan menggunakan pesawat Hallorran versi tandem seat (tempat duduk ganda, depan-belakang) untuk menguji Hallorran ciptaan profesor Othong yang sudah selesai prototipe keduanya untuk versi tandem, berikut sistem persenjataannya sejak pertengahan tahun lalu. Aku sebagai test pilotnya, Salvisca sebagai navigatorku. Dari situlah akhirnya Kami menjalin hubungan yang lebih dari sekedar teman biasa, dengan kata lain ... ehhmm.

Sebagai navigator yang duduk dikokpit bagian belakang, pekerjaan Salvischa adalah mengoperasikan sistem komputer satelit internal yang ada di pesawat, persenjataan, berikut navigasinya. Sedangkan tugasku adalah menerbangkannya. Selain Kami berdua, tidak lupa dua orang sahabatku sejak Sekolah Menengah Pertama, yaitu Gerit dan Karen yang juga tergabung dalam tim, dan bertugas sebagai wingman Kami. Sebagai wingman dari test pilot, tugas mereka adalah mengamati dan mencatat segala sesuatu baik perkembangan ataupun keanehan yang terjadi saat sedang dalam uji coba kelayakan penerbangan yang Aku lakukan.

Sebagai pangkalan oprasional garis depan AURI di Neo Tech Armatim, kami dilatih berperang menghadapi negara-negara adikuasa dan sekutunya. Hallorran dalam melaksanakan tiap misinya, sebagian besar dilakukan dalam satu formasi yang terdiri atas 2, 4 atau 6 pesawat saja, karena VFX-09 Hallorran adalah jenis pesawat tempur terbaru paling mutakhir di dunia pada saat ini dan menjadi satu-satunya pesawat yang dianggap tampak kokoh dan misterius sosoknya diantara semua pesawat-pesawat tempur baru yang bermunculan di dunia, dan hanya diproduksi sebanyak 8 unit saja sebagai prototipe yang sudah benar-benar layak terbang dan siap tempur (2 unit, versi tandem seat masih dalam tahap pengembangan dan penyempurnaan akhir).

Walau Wing 99 Lanud Neo Tech Armatim dikenal sebagai skadron garis depan, tapi kami sebagai anggota satuan tempur khusus Angkatan Udara, sebenarnya tidak siap untuk berperang dengan D-Myth (sebutan Kami untuk bangsa lelembut). Bayangkan saja, pada hari-hari pertama itu, skadron khusus kami tidak memiliki satu pun peta intelejen tentang kekuatan musuh yang tersebar di Irian Jaya. Baru kemudian ada data berupa peta dari Intelejen Angkatan Darat, yang kemudian di cetak, diperbesar ukurannya dan digunakan sebagai Intelligence Board.

Pengalaman terbang tempur kami pun masih minim dibanding dengan pilot-pilot F-16 Fighting Falcon dan F-5 Tiger yang tergabung dalam satu wing tempur di lanud Neo Tech Armatim. Kebanyakan jam terbang Kami peroleh dalam simulator, hingga 2000 jam terbang (jam terbang standar untuk awak hallorran dalam simulator), 600 jam terbang sesungguhnya tanpa simulator. Walau dalam 4 minggu berikutnya perang belum juga meletus, tapi para mekanik Lanud Neo Tech Armatim tetap bekerja keras siang dan malam untuk mempersiapkan pesawat jet kami. Termasuk mengecat pesawat dengan warna kamuflase biru velvet dan abu-abu.

Latihan intensif tempur bersama antara 3 skadron dilakukan pada minggu pertama bulan Agustus 2020. Kami melakukan latihan tempur dalam ketinggian yang rendah. Di masa damai, ini tidak boleh dilakukan, mengingat suara dan shock yang ditimbulkan mesin jet tempur pada saat melesat. Di kepulauan Jawa, AURI dan Menteri Pertahanan mengharuskan kami terbang minimal di atas 1.000 kaki. Berarti 10 kali lebih tinggi daripada operasi yang akan dilakukan oleh pesawat tempur pada saat perang nanti.

Sejak kami mulai terbang dalam formasi 4 pesawat untuk latihan persiapan perang, ke-4 awak senantiasa terbang “spread”  bersama (jarak antara wingtip pesawat satu dengan yang lainnya hanya 3 kaki / 1 meter).

Pimpinan skadron tempur khusus, Mayor Grendy yang pernah menjadi instruktur di skadron F-16 dan F-5 menjadi pimpinan formasi kami, berpasangan dengan wingman-nya Karen Anisa Armadhita Putri. Nalendra, berpasangan dengan Salvisca Anindhita. Gerit saat itu tidak mendapat jatah latihan tempur pada gelombang pertama. Ia mendapat giliran pada gelombang kedua, dengan wakil pimpinan skadron sebagai leader-nya.

Selain berlatih untuk menjatuhkan bom di daerah bersenjata, kami juga berlatih mengisi bahan bakar diudara (air refueling), siang maupun malam hari. Kami dilatih untuk menghadapi lawan yang memiliki sekitar 700 pesawat tempur (belum termasuk helikopter). Yaitu 50 lebih F-4/D ‘Wild Weasel’, 70 Mirage F1 pembom tempur, 30 F-18/A ‘Hornet’ pencegat, dan sejumlah besar F-14/D ‘Super Tomcat’, F-15 ‘Eagle’ dan F-111 ‘Ardvaark’. Menurut Intelejen, semua pesawat tempur tersebut tersebar diberbagai landasan rahasia yang dibuat oleh kaum D-myth yang ada di Irian Jaya, baik di landasan besar maupun airstrip-airstrip yang dibangun oleh pihak lawan.

Untuk melindungi pesawat-pesawat tempur tersebut, kaum D-myth memiliki sederetan sistem misil dan tripple-A, disamping memiliki ribuan tentara dari alam lain yang mungkin sudah berpengalaman dalam peperangan.

Akhir bulan Agustus 2020. Aku senantiasa berharap agar tidak jadi berangkat ke Irian Jaya. Yang kami takutkan bukan tertembak dan tewas, tapi kalau kami sampai tertangkap oleh lawan. Banyak sudah cerita-cerita seram yang muncul di media-media massa pada saat berkecamuknya perang teluk antara Iran-Irak pada tahun 1991 yang Aku baca dari buku berjudul “kekejaman perang Iran-Irak 1991” kado dari kakak perempuanku saat ulang tahunku yang ke-26, yang bercerita tentang bagaimana para penyiksa Irak, Baat Party, memperlakukan orang-orang kuwait yang tertangkap. Seperti memotong telinga, jari tangan atau bahkan menggorok leher mereka dengan pisau atau pedang tumpul.

Aku berpikir lebih baik melakukan Aerobatic di depan ribuan orang dalam suatu Airshow daripada berangkat ke medan perang. Karena sebenarnya aku juga sangat membenci yang namanya perang.

Dua hal tersebut sama-sama memberi suatu kebanggaan tersendiri dalam batin. Namun rasa bangga yang dirasakan berbeda dengan rasa bangga pada saat seorang penerbang akan berangkat untuk menyelesaikan suatu misi dalam suatu pertempuran udara, dimana dalam suatu pertempuran udara seorang penerbang memikul beban mental dengan kapasitas yang lebih berat daripada saat melakuan Aerobatic. Bayangan akan berhasil atau tidaknya misi, keluarga yang menanti di rumah, nama baik bangsa dan negara, belum lagi bagaimana cara untuk melepaskan diri, dan selamat dari cengkeraman musuh saat dog fight (dalam aerobatic tentu saja tidak ada musuh dan senjata betulan ), serta kilasan bayangan-bayangan mengerikan lainnya yang ada dalam benak.

Namun sisi lain darah mudaku yang sedang bergejolak mengatakan “aku ingin merasakan terbang, melesat dengan cepat dalam suatu pertempuran udara untuk berhadapan dengan lawan, sekedar berhadapan saja tidak cukup, aku harus membabat habis dan menembak jatuh pesawat-pesawat lawan, serta melihat pesawat lawan meledak diudara dengan VFX-09 Hallorran”.

Sejenak aku merenung dilingkupi pertanyaan batinku. “Apakah aku telah tepat menempatkan jendela hatiku, sehingga bisa memandang dengan jernih dan bijaksana sesuatu yang tinggi dan rendah, berikut semua kejadian nyata yang ada didepan mata dengan hati yang sederhana dan manusiawi?”. ...

"Tapi ini bukanlah sekedar peperangan biasa. Ini adalah perang melawan iblis!"

No comments:

Post a Comment