Monday, March 30, 2015

CHAPTER 8: Pertempuran Di Awal September

Tanggal 1 September 2020, kami diperintahkan untuk berangkat menuju pulau Lombok. Ke-30 pesawat tempur yang tergabung dalam Wing 3 dibagi dalam dua penerbangan: 15 pesawat terbang lebih dulu ke Pulau Lombok pada gelombang pertama bersama Skadron 02, Abdulrachman Saleh, dan sisanya kami, formasi 6 Hallorran dan formasi 9 pesawat F-16/A.

Pesawat Hallorran kami sudah diberangkatkan lebih dahulu ke pulau Lombok dengan menggunakan kapal induk. Kami sendiri sebagai awak pesawat diberangkatkan belakangan dengan pesawat angkut Hercules ( khusus gelombang kedua, pesawat dan awak pesawat diberangkatkan secara terpisah ). Perjalanan memakan waktu sekitar 6 jam, termasuk berhenti di pulau Bali. Karena strategis, pulau Lombok menjadi tempat bernaung pesawat-pesawat tempur dari seluruh skadron diatas geladak dua kapal induk, termasuk logistik serta suplai seluruh resimen armour dan infantry.

Di bandara Muharraq, Lombok yang dipersiapkan sebagai alternate base bagi pesawat tempur yang kehabisan ‘ruang’ di geladak kapal induk, terlihat suasana sibuk. Di landasan tampak sejumlah 30 lebih pesawat besar berwarna abu-abu, C-130 Hercules, 14 F-5 Tiger AU Thailand, satu skadron MiG-29 ‘Fulcrum’ milik Malaysia, satu detasemen pesawat tanker. Beberapa Mi-2 Hind dan dua unit helikopter ‘Black hawk’ AU Filipina. Kami sendiri ditempatkan di Sheraton International Hotel, di pusat pulau Lombok setelah tiba dari perjalanan yang cukup melelahkan.

Tanggal 2 September 2020, setelah lewat batas waktu yang diberikan pada kaum D-myth yang menebar invasinya di Irian Jaya, kami mendapat pengarahan yang serius di atas kapal induk, ‘Chakra Supernova War Operation Centre’. Saat itu ke-6 formasi Hallorran kami yang merupakan bagian kecil dari paket pertempuran udara raksasa koalisi, yang melibatkan 80 pesawat, bertugas untuk menyerang landasan udara D-myth yang ada di kaki gunung Jaya Wijaya.

“Rupanya jadi juga kami berempat untuk berangkat bertempur”. Pikirku. Pagi itu, sarapan yang telah disediakan koki tidak bisa kurasakan nikmat rasanya dilidahku, terasa hambar. Tidak terasa Aku telah memasuki hari pertama perang yang berlangsung selama enam hari menurut perkiraan Badan Intelejen Nasional dengan perasaan yang tidak menentu, gugup, takut, tertekan, sedih dan gembira karena ini merupakan kali pertama aku menerbangkan pesawat tempur super canggih dalam perang nyata untuk membela kedaulatan bangsa, bukan sekedar ilusi yang tercipta dari mesin simulasi perang udara semata yang selama ini aku mainkan bercampur aduk menjadi satu di dalam dada.

Paling akhir, seluruh awak udara yang akan terbang masuk ke daerah musuh juga harus ‘disterilkan’. Kami harus melucuti semua benda pribadi, seperti KTP, foto keluarga, kartu kredit, dan lain-lain. Juga pakaian terbang kami harus bersih dari segala sesuatu yang secara militer dapat menguntungkan musuh.

Kami diberi pakaian perang lengkap. Pistol yang terikat di pinggang, berikut empat magasinnya. G-suit yang penuh kantung-kantung berisi air ( kekurangan air merupakan hal yang paling ditakuti di manapun, apalagi bila pertempuran dilakukan diatas area padang pasir ).

Namun ternyata Aku tidak ditunjuk untuk bergabung dalam satuan-satuan penyerang berkekuatan besar yang akan digelar dalam misi untuk menghancurkan lapangan-lapangan terbang milik musuh, Aku hanya diperintahkan untuk bersiap-siap di garis belakang, siaga satu untuk pertahanan udara.

Sungguh, setelah semua pesawat lepas landas ( sekitar pukul 06.00 pagi pada tanggal 4 September ) didepan mata, Aku baru sadar bahwa perang akan segera berlangsung.

Sebelumnya sulit untuk dipahami bahwa esok hari atau lusa nanti akan terjadi perang besar-besaran. Utamanya, karena reaksi dari suatu kepastian yang meledak dimana-mana mencairkan berbagai dugaan yang ada dan tidak menentu. Karena itu, sekalipun Aku sudah berdiri tegak disamping pesawatku diantara pesawat-pesawat buru sergap skadron lainnya dengan kepala menengadah melihat langit luas dari atas shelter yang ada di kapal induk.

Aku masih belum bisa mempercayai bahwa akan terjadi sesuatu yang luar biasa hari ini. Baru ketika pesawat-pesawat tempur itu mulai meluncur untuk lepas landas. Aku hanya terduduk diam dalam kokpit tidak melakukan apapun, Aku dijalari rasa frustasi yang dalam. Baru Aku menyadari bahwa perang sudah dimulai dan Aku tidak diikut sertakan. Rasa frustasi itu makin mengiris nuraniku ketika pesawat-pesawat tempur dalam dua gelombang yang tadinya berangkat bertempur itu telah kembali dari medan perang, sedang Aku masih berada di darat, masih berada di dalam kokpit pesawatku.

Profesor Othong yang saat itu menjabat sebagai ketua tim desain pengembangan prototipe VFX-09 Hallorran bercerita padaku di shelter tempatku terpaku, serangan AURI ke kepulauan Irian Jaya saat itu terdiri dari dua gelombang. Gelombang pertama antara pukul 06.00-07.30, mengerahkan 180 pesawat dan menyerang 11 pangkalan udara milik musuh.

... menghancurkan 197 pesawat milik D-myth , 180 pesawat yang masih ada di darat dan delapan dalam pertempuran udara, serta 16 stasiun radar milik musuh. Gelombang kedua mengerahkan 100 pesawat dan menyerang 14 pangkalan udara milik musuh untuk yang kedua kalinya. Mereka berhasil menghancurkan kurang lebih 110 pesawat.

AURI memilih melakukan penyerbuan mendadak dan sepagi itu dengan pertimbangan bahwa perwira-perwira senior musuh dan juga perwira-perwira yang menjadi penerbang, pagi itu masih dalam perjalanan dari barak perwira ke markas mereka, dengan demikian keadaan  akan menjadi kacau balau tanpa mereka, karena mereka tidak akan siap dengan serangan yang dilakukan dengan tiba-tiba oleh penerbang-penerbang AURI, serta pesawat-pesawat yang nantinya akan diterbangkan oleh para perwira penerbang musuh sudah hancur lebur, sehingga invasi mereka untuk merebut kedaulatan Republik Indonseia dengan merebut Irian Jaya bisa digagalkan.

Laporan terakhir setelah misi tempur hari ini. Menyatakan bahwa pihak lawan kehilangan 300 dari 426 pesawatnya. Perintah radio silent benar-benar ditaati dengan ketat oleh semua penerbang tempur, sehingga apabila ada diantara penerbang yang pesawatnya crash atau akan terjun meninggalkan pesawat pun tidak berani melanggar perintah tersebut.

No comments:

Post a Comment