Friday, June 5, 2015

CHAPTER 13: High-G Turn ( Third Mission )

Lepas tengah hari, menurut rencana Aku harus menyerang lapangan terbang internasional Waikai. Karena kesalahan navigasi satu formasi empat pesawat F-16 skadron kami kesasar ke bandara internasional Waikai yang sewharusnya menjadi misi Kami. Mereka melapor ke pangkalan bahwa di waikai tidak ada satupun pesawat tempur. Karena tidak ada pesawat militer, dibiarkan,dan merekapun berusaha kembali kepangkalan, sebelum kesasar lebih jauh lagi. 

Aku sudah duduk di kokpit ketika pengemudi skadron datang menyerahkan nota dan peta udara dalam sekeping mini CD. Rupanya markas mengganti sasaran; sasaran kami dialihkan ke H-4, sebuah lapangan terbang jauh di pedalaman Irian Jaya. Kami tidak habis pikir dengan pengalihan ini. Kupikir dengan kosongnya Waikai dari pesawat tempur lawan, Kami bisa santai sejenak. Namun ternyata ada saja misi yang harus diselesaikan, dan sepertinya misi-misi itu tidak pernah ada habisnya. 

Kami berangkat dalam pasangan berempat: Aku-Ara Aoyama ( call sign, “Galant” ), yang ditunjuk sebagai leader, Karen Armadhita Putri ( call sign “Barbie” ), Gerit Bathara Wiyana ( call sign “Maclaren” ), dan  Aledya Fraulayn Anindhita ( call sign “Celica” ). Perjalanan ini merupakan penerbangan panjang, sekitar setengah jam satu jalan. Kami tiba disasaran dan sebelumnya menyerang dua F-14 dan enam F-111 yang terbang dekat lapangan terbang. Dahulu kami dilatih dalam pola yang berbeda; perintah untuk taat pada rencana begitu ketat sehingga timbul masalah bagaimana bisa menyerang sementara pesawat-pesawat itu ada didepan mata.

Kami gempur lapangan terbang lalu Gerit Bathara dan Aku cepat-cepat memburu salah satu F-18 itu. “Fox two!! ... ouw!, ... I missed that shot!, I’m closing for gun in fifteen seconds” seru Gerit. 

Aku menjawab, “roger that lancer, tally one, visual and press!”.  Setelah 5 detik, ... 10 detik, ... 15 detik, Gerit berseru, “Gun in another fifteen seconds!”.  

Aku kembali menjawab, “Press! ...”, lima belas detik kemudian terdengar Ia berseru padaku, “Galant, I missed the shot, now he’s on you, defence your self!”. “Roger that lancer!” jawabku.

Pertempuran kami apabila disimulasikan, Gerit telah dapat melepaskan tembakan peluru kendali ( fox two call ), tetapi musuh dapat menghindar. Kemudian Dia mencoba mendekat agar masuk ke jarak tembak kanon pesawatnya terhadap pesawat lawan dengan estimasi waktu 15 detik. Setelah 15 detik ternyata Gerit tidak dapat menembak sasaran, lalu Gerit mencoba untuk mengejar lagi dengan estimasi 15 detik lagi. Namun gagal juga, bahkan sekarang musuh dalam posisi mengancam temannya, yaitu Aku.

Sementara musuh ada di belakangku. Aku melihat F-18 sekitar 1.000 m dari Anin. “Celica check your six! ... defence your self!”. “Roger that Galant”, Anin menjawab. Aku melepaskan tembakan peringatan dengan kanon lalu mulai menukik dan menambah kecepatan sampai 800 knot dan bertahan dalam posisi lalu menghitung-hitung bagaimana cara menembak jatuh MIG itu sebelum kesempatannya diambil orang lain, sementara pesawatku sendiri sedang dikejar lawan. Drop fuel tank kulepas, roll ke kanan, berbelok ke arah ekornya ( pesawat yang mengejarku ), lalu mulai berpetak umpet, saling mencari posisi menembak yang baik. “off low Celica ... off low ... now!”. Seruku untuk menyuruh Anin menjauh karena lawan yang mengekornya berhasil Aku kunci dan siap untuk melepaskan tembakan. “roger that Galant ... now I’m gonna chase your enemy before he killed you” jawab Anin. Ia bergerak memutar ke atas melakukan loop melewatiku untuk mengejar musuh yang masih mengekor di belakangku. Tak lama kemudian “Galant, dia sudah tertangkap radarku ... fox two!” dalam situasi ini mestinya Anin menembakkan sparrow yang memiliki radar. tapi karena pengalaman buruk sebelumnya dengan misil ini, Anin lebih memilih sidewinder. Anin juga mengingatkan pilot-pilot lain bahwa Ia telah melepaskan sidewinder, agar berhati-hati karena sidewinder tidak mengenal kawan atau lawan. Sementara pesawat musuh yang mengekor Anin dan sempat Aku beri tembakan peringatan telah hancur tertembak olehku.

Begitu misil kiri meninggalkan relnya, F-18 itu melakukan G maksimum, putaran tajam. Anin menanjak dan memutar hallorran nya ke arah perut samping F-18. Saat berbalik, Aku lihat wingman musuh melarikan diri, membiarkan pimpinannya sendiri menghadapi Anin.

Musuh tinggal empat, satu menjadi mangsa Gerit, satu menjadi mangsa Karen, satu untukku dan satunya menjadi mangsa Anin. Semua mendapat jatah makan satu-satu. 

Sementara itu Aku mengejar  F-18 searah dengan F-18 buruan Anin. Aku terbang mengekor di belakang Anin, tepat disebelah kanan atas untuk mencari saat yang tepat untuk menembak jatuh pesawat lawan, karena Aku ingin sekali mencetak rekor sebagai penembak pesawat lawan, terbanyak-pertama di skadron Hallorran. Karena selama ini rekor terbanyak dipegang oleh Karen dengan beberapa kali tembakan yang menurutku sangat konyol, karena tembakan itu sebenarnya bukan untuk musuh di udara. Saat Karen sedang menjatuhkan bom, tiba-tiba ada pesawat musuh yang melintas di bawah pesawat Karen. Lalu bom tersebut menimpa pesawat tersebut dan akhirnya meledak. “Beruntung banget Karen, mendapatkan musuh yang konyol?” pikirku.

Aku melihat kepala musuh menengok ke kanan-kiri keluarkokpit. Nampaknya dia tidak terlatih baik, dia melakukan kesalahan fatal dengan buang-buang eneginya in the breakturn. Sayap pesawatnya hampir menyenggol batu karang dasar lembah ketika sidewinder pertama berusaha mengimbangi putaran G yang dilakukannya. Misil yang diluncurkan dari pesawat Anin itu gagal mengimbanginya, sehingga meledak diluar jalur mematikan.

Aku berhenti mengekor Anin yang sedang berkonsentrasi untuk menjatuhkan lawan. Aku yakin kedua pesawat itu pasti akan hancur oleh Anin. Kini, Anin berada dalam posisi berhadapan dengan F-18 tersebut, yang tengah memiringkan sayap untuk berbalik. Aku mengingatkan untuk memperhatikan ketinggian terbangnya.

Dia berada tidak lebih dari 3.700 kaki di depan Anin. Anin melakukan zero degrees angle off ( posisi pesawat sejajar dengan garis horizon ), posisi baik untuk melepas misil. Sehingga begitu pesawat tempur musuh itu sama tinggi, misil berhasil menghantamnya. Akibatnya benar-benar spektakuler. Seluruh ekornya putus dan sisa pesawat itu terpental, crash didarat, menimbulkan bola api raksasa.

Saat melewati puing-puing pesawat yang berceceran di desa sekitarnya itu, serasa seperti mimpi. Kami berdua merasa lega bisa memukul musuh, perasaan yang tak bisa digambarkan. Anin berteriak kegirangan.

Aku melakukan turn hard port, ketika tiba-tiba ada misil yang mengikutiku. Pertanda misil tersebut sudah menangkap posisi pesawat. Tapi Anin tidak dapat melihatnya. Hallorranku berada dalam posisi terbalik di ketinggian 200 kaki dengan kecepatan 500 knot. Timbul rasa panik, ketika merasa Aku akan crash. Aku menarik aileron kiri dan full rudder sementara mendorong stick ke depan. Kini, Aku berada dalam posisi normal terhadap horizon. Ketika misil sudah makin mendekat, Aku memerintahkan untuk melakukan a break turn of maximum G. SAM melesat nyaris mengena Anin dan gagal diledakkan.

Aku melihat ada satu F-18 dan dua F-14 mencoba mendekati formasi Kami. Kemudian mereka berusaha melakukan gerakan memutar dengan mengangkat hidungnya dan melakukan semua kesalahan yang ada dalam buku pelajaran dasar manuver. Kami kerjain mereka, mereka muncul di depan dua formasi pesawat Kami, berhadap-hadapan, lurus tetapi tinggi.

Kami baru saling menghindar pada ketinggian 15.000. Keterampilan terbangnya betul-betul rendah. Sesudah dua-tiga kali belokan Aku menambah kecepatan, lalu turun, terbang rendah. Pada 200 kaki mereka sudah masuk jarak tembak dan Aku lepaskan rudal, melesat, kena dan menyebabkan ledakan besar. Pilotnya berhasil meloncat dari dalam pesawat. Aku arahkan pesawat untuk menghindar dari ledakan pesawat tersebut yang hancur tepat didepanku dengan roll kesamping kanan dan melihat apakah ada yang membuntuti Kami.

Kami berdua mengambil arah pulang. Dari radio komunikasi Anin terdengar Ia bertanya pada Gerit dan Karen. “Hey ... apa kalian berdua sudah selesai?, jika sudah Kami tunggu kalian di koordinat 125 derajat, dan kembali dalam empat formasi”. “Roger that Celica” jawab Gerit dan Karen bersamaan. Dalam perjalanan Aku melihat kobaran api di tanah sedang melalap F-18 dan F-14 yang lain. Aku juga melihat peterjun itu masih mengambang turun perlahan-lahan dalam udara dingin 10.000 kaki. Aku perkirakan dia akan berada di awang-awaang itu sekitar setengah jam. Kami barangkali sudah mendarat di pangkalan, sudah taklimat akhir dan sudah minum-minum kopi di kantin sementara dia masih melayang-layang. 

Sementara itu Karen dan Gerit masih memberondong lapangan terbang dan terminal radar yang ada di bawah sementara Aku dan Anin bergerak menuju koordinat pertemuan Kami. Lepas dari strafing itu. Tiba-tiba terjadi hal yang tidak biasanya; muncul lagi tiga F-18 dengan nomor lambung yang sama, dan memiliki ciri-ciri fisik yang sama pula dengan F-18 yang barusan Kami tembak, entah dari mana munculnya. Terbang di atas lapangan terbang itu. Salah satu dari pesawat-pesawat ini mencoba menembak F-16 yang sedang terbang rendah, tetapi hanya untuk memaksanya mengalami compressor stall. F-18 itu kemudian mengalihkan perhatiannya dari F-16 itu ke arahku. Aku merangsek dan mendengar sayup-sayup di radio, penerbang F-16 itu berteriak-teriak minta tolong. Ternyata F-18 itu menembakkan dua rudal ke arah F-16 sebelum bergerak ke arahku, tetapi tembakannya tidak berhasil mengenai F-16 tersebut. “Off low Celica! ... let me handle it ... keep going to reference point!” perintahku pada Anin agar Dia tetap terbang ke arah titik koordinat yang telah ditentukan, sementara Aku kembali bertempur untuk mengatasi ketiga pesawat bandel tersebut. Aku membidiknya dan menembaknya; F-18 itu terbakar tepat diatas landasan dan jatuh melayang-layang dengan asap hitam mengepul.

Aku tertinggal sendiri. Sementara Anin, Karen dan Gerit sudah bergabung dalam formasi. Aku naik pada ketinggian 35.000 kaki lalu melintasi Wamena dari ujung ke ujung, sendiri. Bahan bakar tinggal sedikit. Sepanjang perjalanan pulang yang jauh itu, yang ada dikepalaku hanya satu hal-Laut Galilea. Di laut Galilea, dunia akan berubah, dan setiap kami berada diatasnya siapapun akan merasa tenteram, selamat. Kali ini Aku sendiri mengalaminya.

No comments:

Post a Comment